PROBLEMATIKA KELUARGA DALAM MASYARAKAT KONTEMPORER : MENIKAH BEDA AGAMA
Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak agama yang dianut oleh penduduknya. Perbedaan agama ini menimbulkan hubungan sosial antar individu, dengan bermacam-macam agama. Hubungan social ini kadang kala akan berujung pada pernikahan beda agama.
Dalam pandangan
Islam, kehidupan keluarga
seperti itu tidak
akan terwujud secara sempurna
kecuali jika suami
isteri berpegang kepada
agama yang sama.
Jika agama keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan
keluarga, dalam melaksanakan
ibadah, pendidikan anak,
pengaturan makanan, pembinaan
tradisi keagamaan, dan lain-lain.
Muslim menikahi wanita musyrikah atau ahlul kitab jelas diharamkan sesuai firman-Nya surat al-Baqarah: 221tersebut. Namun, demi menjaga kebahagiaan dalam keluarga, Islam mengecualikan terhadap penikahan Muslim dengan perempuan ahlul kitab seperti dalam surat al-Maidah: 5. Intinya Allah memperbolehkan pernikahan Muslim dengan perempuan ahlul kitab yaitu Yahudi dan Nasrani. Dalam kasus ini, kebanyakan ulama‟ menganggap praktek tersebut hukumnya makruh tanzih bukan makruh tahrim. Maksudnya seorang Muslim lebih baik menikah dengan Muslimah, karena apabila menikah dengan perempuan ahlul kitab berarti melawan yang lebih utama. Akan tetapi hal ini tidak bedosa.
Perkawinan beda agama
juga dilarang oleh Undang-undang nomor
1 Tahun 1974 tentang
perkawinan pasal 2
ayat (1) yang
berbunyi:”Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Kemudian ayat 2 pasal 2
berbunyi; “Tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Senada dengan
pendapat tersebut adalah
fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Melalui fatwanya,
MUI melarang perkawinan
antara orang muslim
dan non muslim (baik ahl al-kitab maupun bukan ahl al-kitab), baik
laki-lakinya yang muslim maupun perempuannya yang
muslimah. Pertimbangan atau
alasan dikeluarkannya fatwa MUI
tersebut adalah untuk
menghindari timbulnya keburukan/kerugian
(mafsadat) yang lebih besar disamping kebaikan/keuntungan (maslahat) yang
ditimbulkan.
SUMBER :
Nurcahaya, Mawardi
Dalimunthe, Srimurhayati. ejournal.uin. PERKAWINANBEDA AGAMADALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM. Hukum Islam,VolXVIIINo. 2Desember 2018. Diakses di : http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/hukumislam/article/view/4973/3899
Komentar
Posting Komentar